Kilas penyelidikan Polisi di Padang Pariaman, dari mutilasi ke Pembunuhan berantai

id mutilasi ke Pembunuhan berantai,Padang Pariaman,Sumatra Barat Oleh Fathul Abdi

Kilas penyelidikan Polisi di Padang Pariaman, dari mutilasi ke Pembunuhan berantai

Polisi ungkap motif pelaku pembunuhan mayat hanyut di Padang Pariaman  (/)

Padang (ANTARA) - Selama dua hari berturut-turut yakni Selasa (17/8) dan Rabu (18/6), warga Sumatra Barat (Sumbar) dibuat heboh oleh penemuan potongan tubuh manusia di aliran sungai.

Kabar yang menggemparkan ini juga menimbulkan pertanyaan di benak publik, karena bentuk jasad tidak utuh, membuatnya tidak bisa dikenali.

Polisi yang mendapatkan informasi tersebut langsung mendatangi lokasi-lokasi penemuan yakni di kawasan Batang Anai, dan di Muara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Padang.

Potongan tubuh itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar di Padang untuk proses otopsi serta identifikasi.

Pada Rabu (18/6) sore, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang Iptu AA Reggy beserta jajarannya telah berada di rumah sakit dengan banyak pertanyaan yang menumpuk di dalam kepala.

Mereka masih menunggu hasil otopsi serta identifikasi dari pihak rumah sakit, supaya kasus tersebut bisa ditindaklanjuti secara hukum.

Polisi sejalan dengan publik saat itu, yaitu sama-sama mencium adanya aroma tindak pidana di balik penemuan potongan tubuh tersebut.

Namun untuk melakukan proses secara hukum semuanya harus jelas dan terang, setiap asumsi harus didukung oleh berbagai petunjuk, bukti, serta keterangan yang kuat.

Kualitasnya harus terjamin, agar penyelidikan tidak berujung pada kesimpulan yang salah. Proses hukum pun tidak bisa berjalan hanya dengan dasar asumsi belaka.

Dalam konteks kasus, paling tidak informasi dasar mengenai identitas korban harus terpenuhi lebih dahulu. Siapa namanya?, dimana ia tinggal?, berapa usianya?, dan lain sebagainya.

Jika tidak demikian, maka peristiwa akan tetap abu-abu dan buram di mata hukum. Karena faktanya jasad ditemukan dalam keadaan tidak utuh, dan sudah berhari-hari yang membuatnya tidak bisa dikenali lagi.

Pertanyaannya, kalau korban saja tidak bisa dipastikan bagaimana mau mencari pelaku?, inilah pentingnya proses penyelidikan bagi aparat penegak hukum yaitu membuat terang suatu peristiwa.

Kedatangan keluarga korban

Pada Rabu sore, IPTU AA Regi bersama personel Reskrim Polres Padang Pariaman masih tak beranjak dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

Dalam penantiannya, tim kemudian didatangi oleh seorang ibu berjilbab bersama suaminya di rumah sakit. Mereka mengaku jasad tersebut adalah anaknya.

Mereka bercerita bahwa anak perempuannya sudah beberapa hari tidak pulang, juga tidak jelas kabar dan beritanya.

Polisi menampung keterangan itu sebagai bahan petunjuk baru, namun demikian Kepolisian belum bisa menyatakan bahwa jasad yang ditemukan itu memanglah anak dari sang ibu.

Lalu tidak lama berselang, juga datang sekitar empat perempuan lainnya ke rumah sakit yang mengaku sebagai sahabat dari korban.

Mereka juga menduga bahwa tubuh itu adalah sahabatnya yang bernama Septia Adinda, perempuan berusia 25 tahun yang pernah kuliah di STIE KBP Padang.

Maka untuk memvalidkan keterangan itu, petugas lalu memperlihatkan sejumlah foto kepada mereka. Wajah mereka langsung berubah drastis diselimuti haru.

Dengan nada lirih salah satu di antaranya mengatakan bahwa itu memang Septia Adinda, sahabatnya yang tidak lain adalah Anak dari sang ibu yang telah berada di rumah sakit sejak tadi.

Keyakinan itu muncul setelah dirinya melihat cincin serta asesoris yang melekat di tangan korban, mereka mengenalinya sebagai barang milik Septia Adinda.

Meskipun masih berupa keterangan, setidaknya hal itu telah menjadi petunjuk baru bagi Polisi tentang identitas dari potongan tubuh yang ditemukan.

Berbekal keterangan-keterangan tersebut ditambah petunjuk lain yang telah dikumpulkan, Polisi kemudian meningkatkan ritme penyelidikan.

Para personel dipencar untuk menelusuri segala hal yang berkaitan dengan korban. Mulai dari komunikasi terakhir, interaksi, aktivitas, serta hal detail lainnya yang ada kaitannya dengan korban.

Penyelidikan yang terus bergulir itu akhirnya membuahkan hasil dan mengantarkan Polisi kepada seorang laki-laki yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan.

Menangkap pelaku

Tujuh jam berselang dari rumah sakit, tepatnya pada Kamis (19/6) sekitar pukul 02.00 WIB, jajaran Satuan Reserse Kriminal Polres Padangpariaman merangsek ke sebuah rumah yang berada di Batang Anai, Padangpariaman.

Targetnya adalah seorang pemuda berusia 25 tahun bernama Wanda, ia diduga kuat sebagai pelaku mutilasi terhadap Septia Adinda.

Tidak butuh waktu lama, Polisi menciduk pemuda tersebut tanpa perlawanan di dalam rumah. Kemudian digiring ke Kantor Polisi untuk menjalani pemeriksaan secara hukum.

Pelaku bernama Wanda yang mengenakkan celana panjang hitam dibalut kaos oblong kuning, memiliki rambut ikal, dan pernah menjadi security di sebuah perusahaan swasta.

Pelaku mengaku motif perbuatannya adalah kesal karena korban tidak kunjung membayar hutang kepadanya sebesar Rp3,5 juta.

Ia menghabisi nyawa korban di sebuah kebun yang berlokasi di Nagari Sungai Buluah, Batang Anai, Padangpariaman, pada Sabtu 15 Juni 2025 sekitar pukul 15.00 WIB.

Jaraknya sekitar tiga hari sebelum potongan tubuh korban ditemukan pertama kali oleh warga pada Selasa 17 Juni 2025 di aliran sungai.

Setelah menghabisi nyawa korban, pelaku mengaku memotong tubuh korban menjadi sepuluh bagian, lalu dibuang ke aliran sungai.

Pelaku mungkin tidak akan menyangka bahwa perbuatan sadisnya itu akan terbongkar oleh Polisi, dan siasatya untuk menutupi jejak kriminal akan gagal sia-sia.

Dari tangannya, Polisi menyita berbagai alat bukti seperti sebilah parang, telefon genggam, sepeda motor, dan lainnya.

Menguak kasus lama

Penangkapan pelaku Wanda tidak rupanya tidak sekedar mengungkap kematian korban Septia Adinda, tapi juga telah membuka tabir hilangnya dua perempuan pada tahun lalu.

Pelaku mengaku bahwa dirinya juga telah menghabisi dua nyawa lainnya atas nama Siska Oktavia Rusdi atau Cika berusia 23 tahun, dan Adek Gustiana berusia 24 tahun.

Perbuatannya itu tidak terendus sama sekali karena usai melakukan pembunuhan, jasad korban langsung dimasukkannya ke dalam sumur tua.

Pada Kamis (19/6) pagi, petugas Kepolisian bersama instansi terkait lainnya telah mengevakuasi kedua jasad tersebut dari dalam sumur.

Tidak hanya petugas, warga setempat pun berbondong-bondong datang untuk menyaksikan proses evakuasi tersebut secara langsung.

Namun proses evakuasi pada Kamis pagi itu masih menyisakan duka baru, ibu dari korban Siska Oktavia Rusdi yang bernama Nila Yusnita meninggal dunia.

Sebagai seorang ibu yang telah menunggu kabar anaknya selama satu tahun sejak 2024, ia turut mendatangi lokasi sumur dan menyaksikan proses evakuasi.

Namun sayang, Nila Yusnita tidak kuasa menerima kenyataan pahit tentang anaknya. Ia pingsan di lokasi, lalu meninggal dunia.

Enam bulan sebelumnya, sang suami juga telah berpulang lebih dulu. Ia dikabarkan stres memikirkan anak perempuannya yang hilang tanpa jejak, sehingga kondisi kesehatannya terus menurun.

Kini ketiga kasus pembunuhan yang menjerat pelaku itu ditangani oleh jajaran Reserse Kriminal Polres Padangpariaman, di bawah pimpinan AKBP Ahmad Faisol Amri.

Pada bagian lain, kasus pembunuhan ini sejatinya tidak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga masyarakat secara umum.

Banyak warganet yang menyampaikan doa, duka, serta simpati kepada keluarga korban di berbagai media sosial.

Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa hidup seharusnya mengedepankan cinta, kasih sayang, dan saling mengerti, bukan kekerasan.

"Kita harus belajar untuk hidup bersama sebagai saudara, atau kita akan mati sebagai beban bagi satu sama lain" begitu tulis Mamatma Gandhi.


Editor: Syarif Abdullah
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
OSZAR »